Selasa, 30 Desember 2008

Keberadaan Tarif Murah di Tengah Kondisi Masyarakat Indonesia

Keberadaan Tarif Murah di Tengah Kondisi Masyarakat Indonesia


The effects of technology do not occur at the level of
opinions or concepts, but alter sense ratios or patterns of
perception steadily and without any resistance. The serious
artist is the only person able to encounter technology with
impunity, just because he is an expert aware of the change in
sense perception.
(Mc Luhan, 1964: 18)



Sudah sewajarnya apabila perkembangan zaman diimbangi dengan perkembangan telekomunikasi. Teknologi komunikasi berkembang sebagai upaya manusia untuk mengisi pola-pola hubungan dalam setiap konfigurasi baru. [1] Zaman yang terus bergulir menuntut manusia untuk terus mendapatkan dan mengkonsumsi secara tepat dan akurat. Tidak mengherankan apabila saat ini, dengan menjamurnya pengguna telepon seluler, mendorong berbagai operator telepon seluler menerapkan beragam tarif. Persaingan tarif tersebut belum lama ini cukup menyita perhatian publik. Banyak operator seluler yang berlomba – loma menawarkan fasilitas berupa tarif semurah – murahnya. Penurunan tarif bisa jadi sebagai dampak atas dikeluarkannya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor : 12/ Per/M.KOMINF/02/2006 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Perubahan Jasa Teleponi Dasar Jaringan Bergerak Selular.[2]
Telepon seluler kini telah merambah ke berbagai lapisan kehidupan. Tidak dapat dipungkiri, bahwa komunikasi tentunya tidak pernah lepas dalam kegiatan kita sehari – hari baik langsung maupun tidak langsung. Alat yang higienis ini memudahkan kita untuk bertransaksi informasi, menembus ruang, dan waktu. Saat ini, jarak tak lagi diartikan sebagai bentangan samudra puluhan mil atau bahkan ratusan kilometer antar benua. Kini, jarak itu sama dengan pulsa. Dengan pulsa jarak itu menjadi nihil.[3]
Walaupun pada kenyataanya, penurunan tarif telepon seluler semakin mempermudah akses informasi, memudahkan transaksi, serta memperpendek jarak dan waktu, namun hal tersebut ternyata juga tak lepas dari berbagai persoalan. Baik disadari maupun tidak, kehadiran telepon seluler dengan tarif murahnya memberikan berbagai dampak baik positif maupun negatif.
Melalui penurunan tarif, masyarakat dibuat terlena. Dan kini akibatnya hampir seluruh lapisan masyarakat memahadewakan handphone. Benda itu seolah menjadi santapan wajib mereka sehari – hari. Masyarakat terlena dengan tawaran tarif yang begitu menggiurkan. Secara sederhananya, dengan modal sedikit mereka dapat membeli dan menembus batas ruang dan waktu. Saat ini pun, masyarakat Indonesia telah memasuki era masyarakat informasi, setelah sebelumnya mereka juga melalui tahapan masyarakat industri dan agraris. Dan tentunya peranan kapitalisme tidak bisa lepas di dalamnya.[4]
Dalam kelanjutannya, akibat tarif yang sangat murah tersebut, ada dampak negatif yang memberikan perubahan pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Kehidupan sosial masyarakat mengalami gangguan pada interaksi sosial. Intensitas masyarakat untuk berinteraksi dengan orang lain menjadi berkurang. Bahkan saat ini dengan begitu gampangnya seorang ibu rumah tangga memesan bumbu masakan kepada seorang tukang sayur melalui Short Message Service (SMS) atau pesan singkat. Selain itu, nilai harga menghargai diantara satu orang dengan yang lain menjadi berkurang. Misalnya, bayangkan saja, seorang guru yang malam harinya mati – matian belajar untuk mengajar esok harinya, dan ketika mengajar, dirinya dikalahkan hanya dengan tarian jemari siswanya yang sibuk mengetik tuts handphone. Mengetik di bawah kolong meja demi menghabiskan bonus SMS yang masih tersisa. Oh, are u kiddin`me? Betapa mudahnya pengabdian dikalahkan dengan sebuah bonus. Betapa nilai – nilai histories dan cultural dapat tergurus oelh adanya kemajuan teknologi.
Tidak seperti ketika tarif menelepon masih mahal seperti dulu. Orang – orang yang kala itu sudah memiliki handphone akan menggunakan handphone itu untuk keperluan yang sangat perlu. Namun kini, seolah tarif dapat melanggar batas – batas privasi seseorang, dimana hanya dijadikan sebagai ajang pembentukan citra, penyamaran identitas diri, dan sebagainya. Tidak jarang kita temui teror aneh atau pengaku – akuan seseorang melalui handphone.
Lebih dari itu semua, karena ketermilikan telepon seluler sangatlah menjamur, maka acara-acara di televisi kita banyak yang melibatkan penggunaan telepon seluler. Seperti kuis yang dijawab dengan mengirimkan SMS. Atau yang lebih parah lagi adalah sebuah stasiun televisi swasta, menayangkan kuis yang nyata – nyata jawabannya ada di depan mata, semua orang sudah pasti tahu jawabannya. Dan lantas presenter berkata seperti ini,`Ayo – ayo tinggal ambil handphonenya, ketikA/B/C, langsung diacak, sapa tahu beruntung, bisa – bisa buat beli kambing, pulang kampung, atau beli motor baru…….`
Menurut saya, dalam acara itu pihak stasiun televisi tersebut mengunakan (maaf) orang – orang kecil sebagai alat yang digunakan untuk meraup keuntungan. Kata – kata kambing, pulang kampung, dan beli motor, menjadi tradisi orang kecil, yang notabene orang kecil disini adalah yang menggunakan handphone karena tergiur tarif murah dan karena handphone telah menjamur. Dan terkadang tanpa pikir panjang tergiur dengan iming – iming kuis di televisi. Pihak media jeli melihat peluang atas turunnya tarif dan kemudian membuat acara – acara semacam itu.
Namun, dampak positif sosial ekonomi yang dapat kita rasakan adalah silaturahmi tetap dapat berjalan dengan mudah. Tarif yang murah, mempermudah seseorang menyambung kisah persaudaraan maupun persahabatan tanpa harus was – was kehilangan uang lebih banyak untuk membeli pulsa. Tak hanya itu, turunnya tarif seolah menjadi angin segar bagi para penyedia jasa telekomunikasi dalam menginovasi produk mereka supaya tetap laris di pasaran dan memunculkan peminat baru.
Di samping itu, menurut International Telecommunication Union (ITU) kenaikan 1% infrastuktur telekomunikasi akan menaikkan pendapatan daerah 3%. [5] Hal ini menyebabkan pendapatan usaha masyarakat daerah mengalami peningkatan. Petani – petani daerah, di pelosok – pelosok pun, kini tak lagi kesulitan menawarkan hasil panennya. Penurunan tarif menyebabkan mereka bisa berkomunikasi dengan bebas dan mudah sehingga memudahkan mereka menerima pesanan.
Tidak hanya tarif telepon seluler yang mengalami penurunan, namun tarif telekomunikasi lain seperti internet, juga mengalami penurunan. Internet sudah sejatinya merupakan sebuah alat yang mempermudah kegiatan manusia sehari – harinya. Data Juni 2008 menunjukkan penurunan tarif internet sebesar 40 % sehingga menyebabkan adanya kenaikan penggunaan internet. Hal ini terbukti saat Indonesia berada di peringkat lima se-Asia pada Desember 2007 dalam hal penggunaan internet.[6]
Dalam perkembangannya, penurunan tarif internet juga berdampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Kini, seperti halnya handphone, intensitas keakraban secara tatap muka satu orang dengan yang lain mengalami penurunan. Lagi – lagi dihadapkan pada masalah harga-menghargai yang merujuk pada pembentukan sikap individualistik seseorang. Di samping itu, bisnis rumah – rumah internet atau warung internet telah banyak menjamur di kota – kota besar dengan sasaran mahasiswa maupun para pekerja bisnis. Sebagai dampak positifnya, turunnya tarif internet telah membuka puluhan lapangan pekerjaan.
Akan tetapi, tentu saja, hal ini lama – kelamaan menuntut adanya perubahan zaman. Saat ini internet dapat dinikmati secara gratis dengan fasilitas wifi maupun hotspot dengan melalui notebook maupun laptop. Hal ini juga menuntut adanya perubahan diri dari masing – masing individu. Keinginan untuk berubah tersebut, tidak pernah direncanakan oleh seorang pengguna teknologi tersebut. Tidak jarang kita temui, orang – orang menghabiskan waktu di depan layar laptop mereka, duduk berlama – lama, berselancar di dunia maya selama berjam – jam. Tanpa tahu dan mempedulikan kejadian yang terjadi di sekeliling mereka, menjadi sebuah komunitas virtual.[7]
Terlepas dari itu semua, sebenarnya media juga berpengaruh terhadap difusi sebuah teknologi. Media dipandang punya kedudukan strategis untuk melakukan perubahan dalam masyarakat. Dengan begitu, media merupakan instrumen fungsi pragmatis dari pihak di luar media massa ataupun bagi pemilik media massa sendiri dalam menghadapi masyarakat.[8] Media harus dapat menggunakan Agenda Setting mereka untuk membentuk dan mengarahkan masyarakat agar tak terlalu memujakan teknologi, masyarakat harus dapat menetapkan porsinya sendiri dalam penggunaan teknologi. Jangan sampai masyarakat takluk dan diperintah oleh kemajuan telekomunikasi.

[1] Terarsip dalam http://ashadisiregar.files.wordpress.com/2008/08/pengaruh-komunikasi-massa-terhadap-perubahan.pdf.
[2]http://postel.depkominfo.go.id/?mod=BRT0100&view=1&id=BRT070806071101&mn=BRT0100%7CCLDEPTKMF_BRT01

[3] Meminjam istilah teman saya, ketika kuliah Komunikasi Sosial, di siang yang panas.
[4] Terarsip dalam http://ashadisiregar.files.wordpress.com/2008/08/pengaruh-komunikasi-massa-terhadap-perubahan.pdf.
[5] Harian Jogja 17 Desember 2008. hal 24
[6] terarsip dalam InternetWorldStats,www.internetworldstats.com
[7] Ana Nadhya Abrar. Teknologi Komunikasi Perspektif Ilmu Komunikasi. Hal 110
[8] http://ashadisiregar.files.wordpress.com/2008/08/pengaruh-komunikasi-massa-terhadap-perubahan.pdf.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda